2.1 Manajemen Keuangan
2.1.1
Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan merupakan manajemen terhadap
fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi bagaimana
memperoleh dana (raising of fund) dan
bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation
of fund). Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva
yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumber-sumber dana
untuk membelanjai aktiva tersebut.
Peran seorang manajer keuangan sangat penting dalam
hal pengambilan keputusan mengenai investasi dan pendanaan. Adapun pengertian
manajemen keuangan adalah sebagai berikut :
Menurut Agus Sartono (2001:6) dalam
bukunya “Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi” :
“Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana baik yang
berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara
evektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau
pembelanjaan secara efisien”.
Bambang Riyanto (2001:4) dalam “Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan” menjelaskan bahwa :
“Keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha
untuk mendapatkan dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut
disebut manajemen keuangan”.
Sedangkan
menurut Suad Husnan (2004:4) dalam “Dasar-dasar Manajemen Keuangan”,
menjelaskan :
“Manajemen Keuangan menyangkut kegiatan perencanaan,
analisis dan pengendalian kegiatan keuangan”.
2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan
Prinsip manajemen perusahaan
menuntut agar baik dalam memperoleh dana harus didasarkan pada pertimbangan
efisiensi dan evektifitas. Dengan demikian maka manajemen keuangan tidak lain
adalah manajemen untuk fungsi-fungsi pembelanjaan.
Dalam
melaksanakan fungsi pemenuhan kebutuhan dana atau fungsi pendanaan (financing), manajer keuangan pun harus
selalu mencari alternatif-alternatif sumber dana untuk kemudian dianalisa, dan
dari hasil analisa tersebut harus
diambil keputusan alternatif sumber dana atau kombinasi sumber mana yang akan
dipilih. Dengan demikian manajer keuangan pun harus mengambil keputusan
pendanaan (financing decision).
Dengan
demikian maka fungsi pembelanjaan atau manajemen keuangan menurut Bambang
Riyanto (2001:6) dalam bukunya “Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan” pada
dasarnya terdiri atas :
1.
Fungsi menggunakan atau mengalokasikan dana (use/allocation of funds) yang dalam
pelaksanaannya manajer keuangan harus mengambil keputusn pemilihan alternatif
investasi atau keputusan investasi, dan
2.
Fungsi memperoleh dana (obtaining of funds) atau fungsi pendanaan yang dalam pelaksanaannya
manajer keuangan harus mengambil keputusan pemilihan alternatif pendanaan atau
keputusan pendanaan (financing decision).
Berhubung dengan itu, maka
pengertian pembelanjaan perusahaan (dalam artian yang luas) dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan aktivitas perusahaan yang bersangkutan dengan usaha
mendapatkan dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan syarat-syarat
yang paling menguntungkan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut
seefisien mungkin.
2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan
Manajemen
keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai
standar dalam memberikan penilaiaan keefisienan keputusan keuangan. Untuk bisa
mengambil keputusan-keputusan yang benar, manajer keuangan perlu menentukan
tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan
membantu mencapai tujuan tersebut.
Menurut
Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004:6) dalam “Dasar-dasar Manajemen
Keuangan” :
“Secara normatif tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimumkan
nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh
calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual”.
Sedangkan
menurut Indiyo Gitosodarmo (2000:7) dalam “Manajemen Keuangan”, menjelaskan
bahwa tujuan dari bagian keuangan dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan,
yaitu :
1.
Pendekatan risiko hasil
Dalam pendekatan ini menekankan agar manajer
keuangan harus menciptakan laba yang maksimum tetapi dengan tingkat risiko yang
minimum. Untuk memperoleh keseimbangan tersebut, maka perusahaan harus
melakukan pengawasan yang ketat terhadap aliran dana yang memberikan
kemungkinan perusahaan lingkungan usaha.
2.
Pendekatan likuiditas profitabilitas
Dalam pendekatan ini, manajer keuangan harus
berusaha menjaga likuiditas dan profitabilitas bersama-sama secara selaras dan
seimbang. Likuiditas berarti harus dijaga agar selalu tersedia uang kas guna
memenuhi kewajiban-kewajiban finansiilnya baik ekstern maupun intern. Tujuan
profitabilitas berarti harus diusahakan tercapainya laba jangka panjang.
2.2 Return
On Invesment (ROI)
2.2.1 Pengertian Return On Invesment (ROI)
Return On Invesment merupakan salah satu
dari rasio profitabilitas dimana rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal
sendiri. Rasio profitabilitas ini sangat diperhatikan oleh calon maupun
pemegang saham karena akan berkaitan dengan harga saham serta dividen yang akan
diterima. Oleh sebab itu, Return On
Invesment dapat diartikan sebagai berikut :
Bambang Riyanto (2001:336) dalam
bukunya ”Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, menjelaskan :
“Return
on Investment atau tingkat pengembalian investasi menunjukkan tingkat
kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk
menghasilkan keuntungan netto.”
Sedangkan menurut M. Fakhrudin dan M. Sopian Hadianto (2001:65) dalam “Perangkat dan Model Analisis
Investasi di Pasar Modal”, menjelaskan bahwa :
“Return on investment menunjukkan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.”
Sofyan Syafri Harahap (2004:305)
mengemukakan dalam “ Analisis Kritis atas Laporan Keuangan” bahwa :
“Return on
invesment adalah suatu rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih
diperoleh perusahaan bila diukur dari modal pemilik”.
Rasio
ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari
nilai aktiva. Semakin besar rasio ini maka semakin baik. Analisa Return on
Investment dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting
sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh
(komprehensif). Analisa Return
on Investment merupakan teknik
analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur
efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
Unsur dari Return on Investment antara lain EAT (Earning
After Tax) dan total investasi. Dalam bahasa sehari-hari EAT dapat
dibahasakan sebagai keuntungan bersih perusahaan. Dalam prakteknya Return on
Investment dipergunakan sebagai nilai yang menunjukkan tingkat pengembalian
investasi. Semakin besar nilai Return on Investment menunjukkan semakin
cepat pengembalian sebuah investasi.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ROI
Menurut Munawir dalam
“Analisa Laporan Keuangan” (2001:89), besarnya Return on Investment dipengaruhi
oleh dua faktor :
1.
Turnover dari operating assets (tingkat perputaran
aktiva yang digunakan untuk operasi).
2.
Profit Margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang
dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini
mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan
dengan penjualannya.
Besarnya Return on Investment akan berubah kalau ada
perubahan profit margin atau assets turnover, baik masing-masing atau
kedua-duanya. Dengan demikian, maka pimpinan perusahaan dapat menggunakan salah
satu atau kedua-duanya dalam rangka memperbesar Return on Investment.
Usaha mempertinggi Return on Investment dengan memperbesar profit margin adalah bersangkutan dengan
usaha untuk mempertinggi efisiensi disektor produksi, penjualan dan
administrasi. Usaha mempertinggi Return on Investment dengan memperbesar
assets turnover adalah kebijaksanaan
investasi dana dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap.
Sedangkan menurut Agus
Sartono dalam bukunya “Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, (2001 : 124)”
menjelaskan bahwa :
“Dengan
menggunakan hubungan antara perputaran aktiva dengan net profit magin dapat dicari earning
power atau return on asset /return on
invesment ratio”. Return on Investment merupakan tolak ukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan.
Rasio ini menunjukan pula tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat
perputaran aktiva”.
Dengan demikian, maka faktor-faktor yang mempengaruhi Return
on Investment adalah:
1.
Net Profit Margin
Net profit margin ini mengukur tingkat
keuntungan bersih yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan
penjualan.
2.
Total Assets
Turnover
Perputaran
aktiva menunjukkan bagaimana efektivitas perusahaan menggunakan keseluruhan
aktiva untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba.
2.2.3 Kegunaan dan Kelemahan Analisa Return On Invesment (ROI)
Menurut Munawir dalam “Analisa Laporan Keuangan” (2001:91), Return
on Investment memiliki kegunaan dan kelemahan.
·
Kegunaan dari
analisa Return on Investment adalah sebagai berikut :
a)
Sebagai salah satu kegunaan yang prinsipiil ialah
sifatnya yang menyeluruh. Apabila perusahaan sudah menjalankan praktek
akuntansi yang baik maka manajemen dengan menggunakan tekhnik analisa Return
on Investment dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang bekerja,
efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan.
b)
Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri
sehingga dapat diperoleh ratio industri, maka dengan analisa Return on
Investment ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada
perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui
apakah perusahaannya berada di bawah, sama, atau di atas rata-ratanya. Dengan
demikian, perusahaan tersebut dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan
perusahaannya dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.
c)
Analisa Return on Investment pun dapat digunakan
untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakanyang dilakukan oleh divisi/bagian,
yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dalam bagian yang
bersangkutan.
d)
Analisa Return on Investment pun dapat digunakan
untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
Dengan menggunakan “product cost system”
yang baik, modal dan biaya dapat dialokasikan kepada berbagai produk yang
dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga dengan demikian akan
dapat dihitung profitabilitas dari masing-masing produk. Dengan demikian, maka
manajemen akan dapat mengetahui produk mana yang mempunyai “profit potential”.
e)
Analisis Return
on Invesment selain dapat berguna untuk keperluan pengendalian, juga
berguna untuk keperluan perencanaan. Analisis Return on Invesment dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan bila akan mengadakan ekspansi usaha.
·
Kelemahan
analisa Return on Investment, yaitu :
a) Salah satu
kelemahan yang prinsipil ialah kesukarannya dalam membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan
perusahaan lain yang sejenis, mengingat bahwa kadang-kadang praktek akuntansi
yang digunakan oleh masing-masing perusahaan tersebut adalah berbeda-beda.
Perbedaan metode dalam penilaian berbagai aktiva antara perusahaan yang satu
dengan yang lain, akan dapat memberi gambaran yang salah karena ada berbagai
metode penilaian inventori (Fifo, Lifo,
Average, The lower cost or market valuation) yang digunakan akan
berpengaruh terhadap besarnya nilai inventori, dan yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap jumlah aktiva. Demikian pula dengan adanya berbagai metode
depresiasi yang akan berpengaruh terhadap jumlah aktivanya.
b) Kelemahan lain dari
tehnik analisa ini adalah terletak pada adanya fluktuasi nilai dari uang (daya
beli). Suatu mesin atau perlengkapan tertentu yang dibeli dalam keadaan inflasi
nilainya berbeda dengan mesin yang dibeli pada saat tidak terjadi inflasi. Hal
ini sangat berpengaruh dalam menghitung investment
turnover dan profit margin.
c) Dengan menggunakan
analisa rate of return atau return on invesment saja tidak akan
dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan antara dua perusahaan atau lebih
karena akan mendapatkan kesimpulan yang tidak memuaskan.
2.3 Earning
Per Share (EPS)
2.3.1 Pengertian Earning Per Share (EPS)
Laba per lembar saham (Earning Per Share) merupakan salah satu indikator tingkat nilai
perusahaan dan juga salah satu cara guna mengukur keberhasilan dalam mencapai
keuntungan bagi para pemilik saham dalam perusahaan.
Zaki Baridwan dalam (2004:448) “Intermediate Accounting” menjelaskan bahwa :
“Laba per lembar saham adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu
periode untuk tiap lembar saham yang beredar.”
Menurut Frank
J. Fabozzi (2000:361) dalam “Manajemen Investasi” :
“EPS merupakan
salah satu angka yang di hitung dengan membagi laba yang tersedia bagi para
pemegang saham biasa (EAT dikurangi saham preferen) dengan rata tertimbang
jumlah lembar saham yang beredar selama periode perhitungan dilakukan.”
Menurut James O Gill (2002:361) dalam
“Dasar-dasar Analisis Keuangan” :
“Earning
Per Share merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur keberhasilan
manajemen dalam mencapai keuntungan bagi para pemilik saham dalam perusahaan”.
Dari beberapa teori yang dikemukakan
tersebut maka kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa Earning Per Share adalah salah satu tingkat penilaian perusahaan
untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam pencapaian keuntungan bagi para
pemilik saham perusahaan dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara laba
bersih dengan jumlah lembar saham beredar.
2.4 Saham
2.4.1 Pengertian
Saham
Saham secara sederhana dapat di
definisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan
usaha dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan
perusahaan tersebut.
Menurut Asril Sitompul (2000:164) dalam “Pasar Modal
(Penawaran Umum dan Permasalahannya”:
“Saham adalah
bukti kepemilikan terhadap suatu perusahaan. Bukti kepemilikan ini terdapat
dalam dua bentuk yaitu saham yang dikeluarkan atas nama pemiliknya disebut
saham atas nama dan saham yang tidak mencantumkan nama pemiliknya disebut saham
atas unjuk.”
Tjiptono Darmaji dan Hendy M.
Fakhrudin (2001:5) dalam “Pasar Modal di Indonesia” menjelaskan bahwa:
“Saham dapat didefinisikan sebagai tanda
penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas.”
Menurut Bambang Riyanto (2001:240) dalam
“Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan” :
“Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau
peserta dalam suatu peseroan terbatas (PT).”
Suad Husnan (2001:285) dalam bukunya
“Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, mengemukakan bahwa :
“Saham menunjukan bukti kepemilikan atas suatu
perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT).”
Sedangkan menurut Dewi Astuti
(2004:49) dalam “Manajemen Keuangan Modern”, menjelaskan bahwa :
“Saham
atau stock adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian
modal pada suatu perseroan terbatas. Saham merupakan sekuritas yang paling
sering diperdagangkan dan dapat diterbitkan dengan cara atas nama atau atas
unjuk.”
Sedangkan
menurut M. Fakhruddin dan M. Sopian Hadianto (2001:6) dalam “Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal”
:
“ Saham dapat
didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan
dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan
bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas
tersebut”.
Jadi dapat dijelaskan bahwa saham adalah surat bukti
keikutsertaan dalam permodalan perusahaan dan mempunyai hak atas sebagian
kekayaan perusahaan, hal ini berarti kalau seorang investor membeli saham, maka
ia pun menjadi pemilik perusahaan tersebut, dimana proporsi kepemilikanya
sesuai dengan jumlah kepemilikan saham yang dipunya oleh pemegang saham
tersebut. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik
kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut.
2.4.2 Jenis – jenis Saham
Menurut Asril Sitompul (2000:164) dalam “Pasar Modal (Penawaran Umum dan
Permasalahannya)” jenis saham terdiri atas :
1.
Saham biasa (Common
Stock)
Saham biasa merupakan saham yang menempatkan pemiliknya tidak memiliki
prioritas utama terhadap pembagian deviden, dan hak atas kekeyaan perusahaan
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa merupakan saham yang
paling banyak dkenal dan diperdagangkan di pasar.
2.
Saham preferen (Preferrend
Stock)
Saham preferen merupakan saham yang menempatkan pemiliknya memiliki
prioritas utama terhadap pembagian deviden, dan hak atas kekayaan perusahaan
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
2.4.3 Pengertian
Harga Saham
Saham
biasanya diperdagangkan dilantai bursa dengan harga pasar yang akan
berbeda-beda pada tiap-tiap waktunya, hal ini akan berkaitan dengan nilai dari
suatu saham tersebut. Secara umum saham dapat diartikan sebagai surat berharga yang dapat dibeli atau dijual oleh perorangan
atau lembaga di pasar tempat surat tersebut diperjualbelikan dan merupakan
suatu tanda bukti kepemilikan suatu perusahaan.
Pengertian harga saham menurut Agus
Sartono (2001:34) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Keuangan Teori dan
Aplikasi” adalah :
“Harga saham adalah nilai
dimana orang bersedia membayar untuk setiap lembar sahamnya”.
Sedangkan menurut Jogiyanto (2003:88)
dalam “Teori Portofolio dan Analisis Investasi” :
“Harga saham merupakan harga saham yang
terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar.
Nilai pasar ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang
bersangkutan di pasar bursa”.
Menurut Sentanoe Kertonegoro (1995:102) dalam “Analisis dan Manajemen Investasi” terdapat tiga jenis nilai saham
yaitu:
1.
Nilai Nominal
Nilai nominal adalah nilai yang tercantum dalam sertifikat saham dan
pencantumannya berdasarkan keputusan dan dari hasil pemikiran perusahaan yang
mempunyai saham tersebut. Jadi, nilai nominal sudah ditentukan pada saham itu
diterbitkan.
2.
Nilai Buku
Nilai buku menunjukan nilai bersih kekayaan perusahaan, artinya nilai
buku merupakan hasil perhitungan dari total aktiva perusahaan yang dikurangkan
dengan hutang serta saham preferren kemudian dibagi dengan jumlah saham yang
beredar. Nilai buku seringkali lebih tinggi daripada nilai nominalnya.
3.
Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik adalah nilai yang mengandung unsur kekayaan perusahaan
untuk menghimpun laba dimasa yang akan datang.
Kalau kemudian saham diperjualbelikan di pasar yaitu
di bursa efek, maka diperoleh harga pasar. Harga ini sering disebut kurs saham.
Harga pasar saham secara umum adalah harga saham yang dibentuk oleh kekuatan
hukum permintaan dan penawaran yaitu dimana saham banyak diminati oleh investor
maka harganya akan cenderung naik, namun sebaliknya apabila saham kurang
diminati maka harganya akan cenderung turun.
Namun bagaimana saham tersebut diminati atau tidaknya
maka akan tetap kapada faktor yang mempengaruhi harga saham secara teoritis. Weston
dan Copeland (1995:183) mengatakan bahwa :
“Harga saham dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, risiko pasar, deviden,
dan tingkat pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diharapkan.”
Terdapat juga pendapat lain menurut Weston dan
Bringham dalam “Dasar-dasar Manajemen Keuangan” (1998:27) yang mengatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi harga saham adalah :
“ Keadaan di bursa saham secara keseluruhan itu sendiri, maksudnya naik
turunnya harga saham sejalan dengan cerah lesunya perdagangan dilantai pasar
bursa saham.”
Apabila dihubungkan dengan nilai intrinsik saham maka
akan menghasilkan dua kemungkinan kondisi harga saham. Undervalued yaitu kondisi dimana harga pasar saham lebih rendah dibandingkan
dengan nilai intrinsiknya, maka para investor biasanya cenderung membeli saham
perusahaan tersebut, dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dimasa yang
akan datang bahwa harga saham tersebut akan naik. Overvalued yaitu kondisi dimana harga pasar saham lebih tinggi
dibandingkan nilai intrinsiknya, maka para investor biasanya cenderung akan
menjual sahamnya, dengan harapan dapat memperkecil tingkat resiko kerugian yang
akan membebaninya pada masa yang akan datang.
Menyangkut perubahan (fluktuasi) harga saham,
sebaiknya dipahami dulu kaitannya dengan analisis saham. Proses perubahan
(fluktuasi) harga saham secara teoritis berawal dari aktivitas evaluasi para
investor. Proses evaluasi dilaksanakan dengan jalan mengestimasi harapan
perolehan pendapatan dan resikonya guna menentukan nilai intrinsic saham
menggunakan data yang paling akhir. Hasil yang diperoleh diperbandingkan dengan
harga pasar yang terjadi untuk mengetahui wajar atau tidaknya harga saham
tersebut. Dari penilaian kewajaran tersebut diambil keputusan membeli atau menjual
saham.
2.4.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Menurut Ali Arifin (2004:116) dalam “Membaca Saham”,
faktor-faktor yang memicu berfluktuasinya harga saham adalah :
a. Kondisi
Fundamental Emiten
Faktor fundamental adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja
emiten itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya
terhadap kenaikan harga saham. Begitu juga sebaliknya, semakin menurun kinerja
emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham yang diterbitkan
dan diperdagangkan. Selain itu, keadaan emiten akan menjadi tolak ukur seberapa
resiko yang dapat ditanggung oleh investor.
b. Hukum
Permintaan dan Penawaran
Faktor hukum permintaan dan penawaran berada di urutan kedua setelah
faktor fundamental karena begitu investor tahu kondisi fundamental perusahaan,
maka tentunya mereka akan melakukan transaksi baik jual maupun beli. Transaksi
inilah yang akan mempengaruhi fluktuasinya harga saham.
c. Tingkat Suku
Bunga
Yang dimaksud suku bunga di sini adalah suku bunga yang diberlakukan Bank
Indonesia (BI) selaku bank sentral dengan mengeluarkan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Pemerintah melalui BI akan menaikkan tingkat suku bunga guna
mengontrol perekonomian nasional atau yang sering disebut Kebijakan Moneter.
Selain kebijakan moneter, pemerintah juga bisa mengeluarkan kebijakan fiskal
seperti pajak dan sebagainya. Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi
dana investasi para investor. Investasi produk bank seperti deposito atau
tabungan jelas lebih kecil risikonya dibanding investasi dalam bentuk saham.
Karenanya, investor akan menjual sahamnya dan dananya kemudian ditempatkan di
bank. Penjualan saham secara serentak ini akan berdampak pada penurunan harga
saham secara signifikan.
d. Valuta Asing
Dalam kehidupan perekonomian global dewasa ini hampir tak ada satupun
negara di dunia yang bisa menghindari perekonomiannya dari pengaruh US dollar.
Ketika suku bunga dollar naik, maka para investor terutama investor asing akan
menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam bentuk dollar. Adanya
penjualan saham tersebut otomatis harga saham menjadi turun.
e. Dana Asing
di Bursa
dana asing
di bursa perlu diketahui karena memiliki dampak yang sangat besar. Jika sebuah
bursa dikuasai oleh investor asing maka ada kecenderunagn transaksi saham
sedikit banyak tergantung pada investor asing tersebut.
f. Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG)
IHSG sebenarnya lebih mencerminkan kondisi keseluruhan
transaksi bursa saham yang terjadi jika dibandingkan menjadi ukuran kenaikan
maupun penurunan harga saham. Karena bursa saham merupakan salah satu indikator
perekonomian sebuah negara maka diperlukan sebuah standar perhitungan tentang
transaksi yang terjadi dalam bursa sepanjang periode tertentu. Perhitungan ini
yang akan dipergunakan sebagai tolak ukur kondisi perekonomian dan investasi
sebuah negara. Perhitungan tersebut adalah Indeks Harga Saham Gabungan.
g. News dan Rumors
Yang dimaksud news dan rumors adalah semua berita yang beredar
di tengah masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi,
sosial, politik dan lain sebagainya. Dengan adanya berita tersebut para
investor bisa memprediksi seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga
kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga
saham di bursa.
2.4.5 Penilaian Harga Saham
Dalam penentuan harga saham, pada prakteknya mengacu
pada beberapa pendekatan teori penilaian dimana dalam perkembangannya paralel
dengan persepsi investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di suatu perusahaan
yang terdaftar di lantai bursa. Investor akan memperhatikan apakah perusahaan
emiten dalam keadaan kontinyu, bangkrut atau dalam keadaan mengalamin resiko
likuidasi. Investor yang rasional akan selalu mempertimbangkan resiko usaha.
Menurut Suad Husnan (2001:325) dalam “Dasar-dasar
Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, teknik analisis yang digunakan dalam
penilaian harga saham ada dua, yaitu analisis fundamental dan analisis
teknikal.
1.
Analisis Fundamental (Fundamental Analysis)
Menurut Suad Husnan (2001:315):
“Analisis
fundamental adalah teknik yang mencoba memperkirakan harga saham di masa yang
akan datang dengan cara (i) mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang
mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan (ii) menerapkan hubungan
variable-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham.”
Analisis fundamental mempelajari aspek-aspek fundamental seperti
penjualan, pertumbuhan penjualan, kebijakan deviden, kekayaan, biaya, dan
evaluasi manajemen perusahaan yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham.
Sedangkan menurut Sentanoe Kertonegoro (1995:113):
“ Analisis
fundamental merupkan suatu studi yang mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan keuangan suatu bisnis dengan maksud untuk lebih memhami sifat dasar dan
karakteristik operasional perusahaan public yang menerbitkan saham biasa
tersebut.”
Analisis fundamental ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa setiap
investor adalah makhluk yang rasional karena mereka menganggap adanya hubungan
antara kinerja perusahaan yang bersangkutan dengan harga saham, dalam arti jika
kinerja perusahaan baik maka harga saham akan cenderung naik. Analisa terhadap
rasio keuangan merupkan inti dari analisis fundamental atas prestasi keuangan
suatu perusahaan.
2.
Analisis Teknikal (Technical
Analysis)
Menurut Suad Husnan (2001:349)
“
Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham (kondisi
pasar) dengan mengamati perubahan harga saham tersebut (kondisi pasar) di waktu
yang lalu. Pemikiran yang mendasari analisis tersebut adalah ( i ) harga saham
mencerminkan informasi yang relevan, (ii) informasi tersebut ditunjukan oleh
perubahan harga di waktu yang lalu, dan (iii) perubahan harga saham akan
mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan berulang.”
Sedangkan menurut Sentanoe Kertonegoro (1995:133) :
“ Analisis teknikal merupakan suatu studi yang dilakukan
untuk mempelajari berbagai kekuatan yang berpengaruh di pasar saham dan
implikasi yang ditimbulkannya pada harga saham.”
Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa semua hal
seperti kondisi ekonomi, politik, fundamental, dan lain-lain sudah tercermin
pada harga pasar saham. Analisis teknikal merupakan pendedkatan untuk mencari
pola pergerakan harga saham yang bisa dipakai untuk meramalkan pergerakan harga
saham di kemudian hari. Analisis teknikal pada dasarnya merupakan upaya untuk
menentukan kapan akan membeli atau permintaan dan menjual atau penawaran saham.
2.5 Pengaruh Return On Invesment Terhadap Perubahan
Harga Saham
Perusahaan mengeluarkan beberapa
jenis surat
berharga jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dana jangka panjang.
Surat-surat berharga atau sekuritas tersebut meliputi saham biasa, saham
preferen, obligasi dan bentuk lain penyertaan modal yang diperjualbelikan di
pasar modal.
Pada
umumnya, tujuan perusahaan adalah memaksimumkan pemegang saham atau
memaksimumkan nilai saham perusahaan. Return
on invesment menunjukan seberapa jauh aset perusahaan yang di investasikan
dalam keseluruhan aktiva dapat digunakan secara efektif untuk menghasilkan
laba. Apabila Return on invesment perusahaan
tinggi, berarti perusahaan tersebut profitable sehingga memungkinkan harga
saham akan tinggi.
Menurut
Ali Arifin (2004:116) dalam bukunya “Membaca Saham”, faktor penggerak harga
saham adalah faktor fundamental dan faktor hukum permintaan dan penawaran.
Faktor fundamental adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja
perusahaan (emiten) itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar
pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Begitu juga sebaliknya, semakin
menurun kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham
yang diterbitkan dan diperdagangkan.
Dengan
melakukan pendekatan analisis rasio profitabilitas, dapat diketahui kemampuan
perusahaan mencetak laba yang diukur dengan tingkat pengembalian aktiva (return on invesment) dan memastikan
apakah kondisi perusahaan dalam posisi yang baik atau buruk dalam mengelola
keseluruhan aktivanya.
Penelitian
sebelumnya mengenai pengaruh return on
invesment terhadap perubahan harga saham dilakukan oleh Wina Restianti
(2007) mahasiswi Universitas Islam Bandung dalam skripsi yang berjudul
“Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan Yang Diukur Melalui Ratio Analisis (ROI dan NPM) Terhadap
Perubahan Harga Saham”. Dimana hasil penelitiannya adalah pengaruh return on invesment terhadap perubahan
harga saham mempunyai pengaruh yang signifikan.
2.6 Pengaruh Perubahan Earning
Per Share Terhadap Perubahan Harga Saham
Earning per share (EPS) menggambarkan
jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para
calon pemegang saham atau investor tertarik pada Earning Per Share yang besar, karena merupakan salah satu tolak
ukur keberhasilan suatu perusahaan. Semakin
tinggi Earning Per Share maka semakin
tinggi harga saham. Pada umumnya, investor akan mengharapkan manfaat dari
investasinya dalam bentuk laba per lembar saham, sebab Earning Per Share menggambarkan jumlah keuntungan yang diperoleh.
Agus Sartono (2001:9) dalam buku
yang berjudul “Manajemen Keuangan Teori Dan Aplikasi”, menjelaskan bahwa
kemakmuran pemegang saham akan meningkat apabila harga saham yang dimilikinya
meningkat. Sementara itu, harga saham itu terbentuk di pasar modal dan
ditentukan oleh beberapa faktor seperti laba per lembar saham atau earning per share.
Apabila Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan
tidak memenuhi harapan pemegang sahamnya, maka keadaan ini akan berdampak pada
penurunan harga saham. Tetapi, selama perusahaan tersebut dapat memelihara
kepercayaan investor dengan meningkatkan labanya atau mempertahankannya maka
keadaan tersebut cenderung akan membaik.
Adanya pengaruh
antara Earning Per Share terhadap
harga saham telah dibuktikan dari penelitian Noer Sasongko dan Nila Wulandari
(2006) yang meneliti tentang ”Pengaruh EVA dan Rasio-asio Profitabilitas
(diukur dengan ROA, ROE, ROS, EPS dan BEP) Terhadap Harga Saham”. Dimana
setelah dilakukan pengujian, hasil uji t parsial menunjukan bahwa earning per share (EPS) berpengaruh
terhadap harga saham. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji t yang diterima pada
taraf signifikansi 5% (p≤0.05) yang artinya earning
per share (EPS) dapat digunakan untuk menentukan nilai perusahaan.
buruk banget blog mu ne,,, percuma aja posting gk bisa di baca
BalasHapustampilan blog nya kurang baik; warna tulisan dan backgroundnya sulit dibaca mata. isi tulisanny mnarik. trima kasih
BalasHapusmateri gua bnget, maksii
BalasHapus